Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan beberapa data
makro ekonomi Indonesia dalam sebulan terakhir. Meskipun Indeks Harga Konsumen
(IHK) tercatat mengalami deflasi Mei kemarin, namun pergerakan ekonomi global
yang kurang stabil telah membuat ekonomi Indonesia mengalami guncangan.
Hal tersebut, ditandai dengan bergerak liarnya nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), dan terkoreksinya pasar saham.
Karenanya, analis Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih, mengatakan inflasi
Juni bisa di atas 1 persen.
"Angka inflasi Juni, diperkirakan bisa melebihi 1 persen
secara month-on-month (mom) dari deflasi 0,03 persen pada Mei lalu," kata
dia dalam risetnya di Jakarta, Senin (1/7/2013).
"Tekanan inflasi bisa cukup tinggi karena sudah
mendekati musim inflasi menjelang bulan puasa, ditambah ekspektasi inflasi
sejak awal Juni mengantisipasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
bersubsidi, dan karena pelemahan rupiah yang menuju level Rp9.000-Rp10.000 per
USD sepanjang Juni lalu," tambahnya.
Menurutnya, pengalaman kenaikan harga BBM subsidi sebesar 33
persen pada Maret 2005, membuat inflasi Maret melesat ke 1,91 persen secara mom
dari deflasi 0,17 persen pada Februari atau naik sebesar 2,08 persen mom akibat
kenaikan harga BBM tersebut.
"Sementara itu tekanan inflasi Juni 2013 ini lebih besar
dibandingkan tekanan inflasi pada pengalaman kenaikan harga BBM 23 Maret 2005
lalu," tukas dia.
Namun, Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengatakan,
puncak inflasi akibat kenaikan harga BBM bersubsidi diperkirakan akan terjadi
pada pertengahan Juli ini. Kenaikan BBM tersebut akan sangat terasa pada bulan
pertama sejak diberlakukan kenaikan pada 22 Juni 2013 lalu.
(mrt)
sumber http://economy.okezone.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar