Jumat, 05 Juli 2013

kenaikan harga bbmdan daya beli masyarakat

Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan beberapa data makro ekonomi Indonesia dalam sebulan terakhir. Meskipun Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami deflasi Mei kemarin, namun pergerakan ekonomi global yang kurang stabil telah membuat ekonomi Indonesia mengalami guncangan.

Hal tersebut, ditandai dengan bergerak liarnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), dan terkoreksinya pasar saham. Karenanya, analis Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih, mengatakan inflasi Juni bisa di atas 1 persen. 

"Angka inflasi Juni, diperkirakan bisa melebihi 1 persen secara month-on-month (mom) dari deflasi 0,03 persen pada Mei lalu," kata dia dalam risetnya di Jakarta, Senin (1/7/2013).

"Tekanan inflasi bisa cukup tinggi karena sudah mendekati musim inflasi menjelang bulan puasa, ditambah ekspektasi inflasi sejak awal Juni mengantisipasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, dan karena pelemahan rupiah yang menuju level Rp9.000-Rp10.000 per USD sepanjang Juni lalu," tambahnya. 

Menurutnya, pengalaman kenaikan harga BBM subsidi sebesar 33 persen pada Maret 2005, membuat inflasi Maret melesat ke 1,91 persen secara mom dari deflasi 0,17 persen pada Februari atau naik sebesar 2,08 persen mom akibat kenaikan harga BBM tersebut. 

"Sementara itu tekanan inflasi Juni 2013 ini lebih besar dibandingkan tekanan inflasi pada pengalaman kenaikan harga BBM 23 Maret 2005 lalu," tukas dia.

Namun, Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengatakan, puncak inflasi akibat kenaikan harga BBM bersubsidi diperkirakan akan terjadi pada pertengahan Juli ini. Kenaikan BBM tersebut akan sangat terasa pada bulan pertama sejak diberlakukan kenaikan pada 22 Juni 2013 lalu.
(mrt)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar