Belum jelasnya kebijakan pemerintah
terkait harga bahan bakar minyak bersubsidi menjadi perhatian serius lembaga
pemeringkat global. Pekan lalu, lembaga pemeringkat Standard & Poor
menurunkan outlook ekonomi Indonesia dari positif menjadi stabil
lantaran pemerintah masih menunda kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)
bersubsidi. Pasar pun merespons negatif penurunan outlook tersebut
dengan melakukan aksi jual saham
hingga merosot lebih dari 2 persen hanya dalam dua hari
perdagangan. Baru-baru ini, Moody's turut menyoroti ketidakpastian harga BBM
dan mungkin saja menurunkan peringkat utang Indonesia. Mereka menilai tingginya
subsidi BBM menyebabkan defisit neraca berjalan. Analis pasar modal dari PT
Millenium Danatama Sekuritas, Probo Sujono, mengatakan spekulasi yang beredar
bahwa Moody's akan memotong peringkat utang Indonesia cukup merisaukan pelaku
pasar. "Penurunan peringkat kredit oleh lembaga internasional akan
berpengaruh pada tekanan jual, terutama investor asing." Kebijakan
pemerintah yang tak kunjung melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi bisa
menimbulkan efek negatif dalam jangka panjang. Sebab, pelaku pasar akan
kehilangan pegangan untuk mengatur portofolionya.
Meski demikian, Probo optimistis faktor fundamental berupa positifnya laporan kinerja emiten lebih menentukan pergerakan saham. Kalaupun itu terjadi (Moody's menurunkan peringkat utang), paling hanya koreksi temporer. "Melihat kinerja kuartal pertama, kami yakin IHSG masih bisa tembus ke level 5.300 hingga akhir tahun."
Analis dari PT Monex Investindo Futures, Yohanes Ginting, mengatakan, pelaku pasar masih menunggu keputusan pemerintah mengenai penyesuaian harga BBM. Faktor internal (BBM) menjadi salah satu penghambat apresiasi rupiah di pasar uang. "Sejak isu BBM bergulir, rupiah justru semakin melemah terhadap dolar Amerika."
Defisitnya neraca perdagangan Indonesia sejak tahun 2012 telah membuat mata uang rupiah paling lemah di antara mata uang Asia lainnya. Hal itu salah satunya disebabkan tingginya impor BBM dari luar negeri. Apalagi pemerintah kini meminta kajian kenaikan BBM berdasarkan persetujuan DPR sehingga semakin memakan waktu. Diperkirakan baru bulan Juni atau Juli, dan mendekati hari raya Idul Fitri yang sudah pasti mendorong inflasi. Senada dengan itu, pengamat pasar finansial dari PT Harvest International Futures, Ibrahim, meminta pemerintah untuk segera memastikan harga BBM yang baru agar nilai tukar rupiah lebih stabil. Semakin tinggi beban impor subsidi BBM yang ditanggung, semakin tinggi kurs dolar terhadap mata uang rupiah. "Tanpa ada intervensi Bank Indonesia, tekanan impor BBM bisa mendorong rupiah kembali ke level 10.000 di akhir tahun." PDAT | M. AZHAR
Meski demikian, Probo optimistis faktor fundamental berupa positifnya laporan kinerja emiten lebih menentukan pergerakan saham. Kalaupun itu terjadi (Moody's menurunkan peringkat utang), paling hanya koreksi temporer. "Melihat kinerja kuartal pertama, kami yakin IHSG masih bisa tembus ke level 5.300 hingga akhir tahun."
Analis dari PT Monex Investindo Futures, Yohanes Ginting, mengatakan, pelaku pasar masih menunggu keputusan pemerintah mengenai penyesuaian harga BBM. Faktor internal (BBM) menjadi salah satu penghambat apresiasi rupiah di pasar uang. "Sejak isu BBM bergulir, rupiah justru semakin melemah terhadap dolar Amerika."
Defisitnya neraca perdagangan Indonesia sejak tahun 2012 telah membuat mata uang rupiah paling lemah di antara mata uang Asia lainnya. Hal itu salah satunya disebabkan tingginya impor BBM dari luar negeri. Apalagi pemerintah kini meminta kajian kenaikan BBM berdasarkan persetujuan DPR sehingga semakin memakan waktu. Diperkirakan baru bulan Juni atau Juli, dan mendekati hari raya Idul Fitri yang sudah pasti mendorong inflasi. Senada dengan itu, pengamat pasar finansial dari PT Harvest International Futures, Ibrahim, meminta pemerintah untuk segera memastikan harga BBM yang baru agar nilai tukar rupiah lebih stabil. Semakin tinggi beban impor subsidi BBM yang ditanggung, semakin tinggi kurs dolar terhadap mata uang rupiah. "Tanpa ada intervensi Bank Indonesia, tekanan impor BBM bisa mendorong rupiah kembali ke level 10.000 di akhir tahun." PDAT | M. AZHAR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar